Saturday 6 February 2016

MODEL PEMBELAJARAN MAKE A-MATCH

http://pendidikanuntukindonesiaku2.blogspot.com/2016/02/model-pembelajaran-make-match.html
Model Pembelajaran Make A-Match

 
Model pembelajaran make a-match merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang berangkat dari prinsip reformasi pembelajaran yang terlalu berpusat kepada guru dengan sajian verbalisme yang mendominasi. Model make a-match memiliki karakteristik sebagai pembelajaran yang memiliki nuansa bermain. Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya.
Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari. Pada permulaan setiap pengalaman bermain memiliki resiko. Ada resiko bagi anak untuk belajar misalnya naik sepeda sendiri, belajar meloncat. Unsur lain adalah pengulangan. Anak mengkonsolidasikan ketrampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. Melalui permainan anak dapat menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atau terkena teguran misalnya bermain dadu yang memiliki karakteristik menghitung.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model belajar make a-match adalah model model pembelajaran yang memiliki karakteristik sebagai pembelajaran yang memiliki nuansa bermain di mana murid mencarikan pasangan kartu soal dengan kartu jawaban sesuai.
 
B. Karakteristik model make-a-match
Berkaitan dengan permainan Pellegrini dan Saracho dalam Wood (1996) permainan memiliki sifat sebagai berikut: (1) Permaianan dimotivasi secara personal, karena memberi rasa kepuasan. (2) pemain lebih asyik dengan aktivitas permainan (sifatnya spontan) ketimbang pada tujuannya. (3) Aktivitas permainan dapat bersifat nonliteral. (4) Permainan bersifat bebas dari aturan-aturan yang dipaksakan dari luar, dan aturan-aturan yang ada dapat dimotivasi oleh para pemainnya. (5) Permainan memerlukan keterlibatan aktif dari pihak pemainnya.
Adapun Framberg dalam (Berky, 1995) permainan merupakan aktivitas yang bersifat simbolik, yang menghadirkan kembali realitas dalam bentuk pengandaian misalnya, bagaimana jika, atau apakah jika yang penuh makna. Dalam hal ini permainan dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau mengasyikkan, bahkan ketika murid terlibat dalam permainan secara serius dan menegangkan sifat sukarela dan motivasi datang dari dalam diri murid sendiri secara spontan.
 
Sedangkan Hidayat (1980:5) mengemukakan bahwa “permainan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) adanya seperangkat aturan yang eksplisit yang mesti diindahkan oleh para pemain, (2) adanya tujuan yang harus dicapai pemain atau tugas yang mesti dilaksanakan”.
Dalam pembelajaran make a-match unsur dasar yang mesti adalah penggunaan kartu. Penggunaan kartu berseri (flash card) terdiri dari dua bentuk yakni kartu yang berisi soal-soal matematika yang harus dipecahkan dan kartu yang berisi jawaban atas sejumlah kartu soal. Sehingga dalam proses pembelajaran make a-match permulaan guru dapat menggunakan strategi bermain dengan memanfaatkan kartu-kartu tersebut. Kartu-kartu tersebut digunakan sebagai media dalam permainan matematika. Murid diajak bermain dengan memecahkan masalah matematika yang tertera dalam kartu soal kemudian mencari pasangan yang tepat pada kartu jawaban. Setelah itu menyerahkan kepada guru untuk dikonfirmasi dan selanjutnya kartu dikembalikan untuk teman berikutnya.
Titik berat latihan menyelesaikan soal adalah ketrampilan menggunakan operasi penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian sesuai level atau tingkat pembelajaran anak kelas dasar III. Suherman (2008: 19) mengemukakan model pembelajaran make a-match memiliki dengan sintaks sebagai berikut:
  1. Guru menyiapkan kartu beseri yang berisi persoalan-permasalahan matematika dan kartu yang berisi jawabannya atas kartu soal;
  2. Untuk trik mengecoh murid sekaligus menguji ketelitian murid, untuk kartu berseri jawaban dibuat lebih disbanding kartu soal;
  3. Kemudian setiap murid mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya;
  4. Setelah jawaban diperoleh setiap murid mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya;
  5. Murid yang mendapatkan jawaban benar mendapat nilai (reward);
  6. Kartu soal dan jawaban dikumpul lagi dan dikocok;
  7. Untuk babak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama;
  8. Lakukan penyimpulan dan evaluasi
  9. Refleksi.
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Suherman, E. 2009. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Murid. Educare; Jurnal Pendidikan dan Budaya. ISSN 1412-579x, (Online) http://educare.e-fkipunla.net
 

0 comments:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Find Us On Facebook